DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata pengantar ..........................................................................................................................1
Kata sambutan ...........................................................................................................................2
Halaman pengesahan .................................................................................................................3
Daftar isi ....................................................................................................................................4
BAB I HUBUNGAN BILATERAL
A.
Hubungan Bilateral
Indonesia-Mesir Bidang Politik .....................................................5
B.
Hubungan Bilateral Indonesia
Mesir Bidang Ekonomi .................................................8
C. Pasang
Surut Hubungan Indonesia-Rusia ....................................................................12
D. Jepang 'Tak
Kenal' Indonesia .......................................................................................16
E.
Hubungan
Indonesia-AS, Kian Membaik ...................................................................20
BAB II HUBUNGAN REGIONAL
A.
KONTRAVERSI PERJANJIAN
INDONESIA-SINGAPURA ...............................24
B.
Indonesia-Malaysia Perlu Hubungan Berkualitas ......................................................29
C.
Bom Waktu
Hubungan Indonesia-Malaysia ..............................................................32
D. Hubungan Indonesia-Malaysia Di Bidang Kebudayaan ............................................38
E.
HUBUNGAN REGIONAL INDONESIA DAN SINGAPURA ...............................41
BAB
III HUBUNGAN MULTILATERAL
A.
Hubungan Multilateral Pemerintah Indonesia dengan Negara-negara di ASEAN .....43
B.
KERJASAMA MULTILATERAL ANTARA INDIA, SINGAPURA,
INDONESIA, DAN CHINA .............................................................................................................46
C.
Kerjasama Multilateral Indonesia dengan negara-negara WTO ................................50
D. Kerjasama
Internasional Indonesia di Bidang Pendidikan .........................................53
E. Hasil Kunjungan Komisi I DPR ke Ukraina ..............................................................55
BAB
IV TEMUAN .................................................................................................................57
BAB
V PENUTUP .................................................................................................................58
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................................................60
BAB I
HUBUNGAN BILATERAL
A. Hubungan
Bilateral Indonesia-Mesir Bidang Politik
Mesir
merupakan salah satu negara terkemuka dan pertama yang memberikan pengakuan
terhadap kemerdekaan Republik Indonesia pada 18 November 1946. Indonesia dan
Mesir membuka hubungan diplomatik secara resmi pada tanggal 10 Juni 1947
melalui penandatanganan Perjanjian Persahabatan (Treaty of Friendship and
Cordiality) kemudian dilanjutkan dengan pembukaan perwakilan RI di Cairo pada
1949.
Sejak
menjalin hubungan diplomatik, kedua negara senantiasa menjaga hubungan yang
baik dan erat secara politis. Hubungan yang baik dan akrab tersebut ditandai
antara lain dengan intensitas kunjungan pejabat antara kedua negara, kesamaan
pandangan dalam berbagai isu internasional dan regional yang menjadi perhatian
bersama, dan koordinasi serta saling dukung dalam pencalonan masing-masing di
berbagai organisasi dan forum internasional.
Dalam hal
pertukaran kunjungan antarpejabat, seluruh Presiden Indonesia, kecuali B.J.
Habibie, pernah melakukan kunjungan kenegaraan atau kunjungan kerja ke Mesir.
Sepanjang 2009, terdapat sejumlah pejabat tinggi Indonesia yang berkunjung ke
Mesir, antara lain Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud M.D.; Utusan Khusus
Presiden RI, Sofyan Djalil; Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat,
Abu Rizal Bakrie; Kepala Badan Standardisasi Nasional, Dr. Bambang Setiadi;
Menlu RI, N. Hassan Wirajuda; Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah, Dr.
Alwi Shihab; dan Wakil Menteri Perhubungan/Deputi Bidang Koordinasi
Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian, Bambang
Susantono.
Sementara
itu, Presiden Hosni Mubarak terakhir kali berkunjung ke Indonesia pada tahun
1983. Adapun pejabat tinggi Mesir yang pernah berkunjung ke Indonesia antara
lain Menteri Luar Negeri Mesir, Ahmed Aboul Gheit, dalam rangka menghadiri KTT
Asia-Afrika dan peringatan Golden Jubilee KAA di Jakarta dan Bandung pada April
2005; dan Menteri Kerja Sama Internasional, Faiza Aboul Naga, dalam rangka
Pertemuan Puncak D-8 di Bali pada Mei 2006 dan Sidang Komisi Bersama (SKB) V
Indonesia-Mesir di Jakarta pada tahun 2007. Sedangkan pada tahun 2009, pejabat tinggi
Mesir yang berkunjung ke Indonesia adalah Asisten Menteri Luar Negeri Urusan
Asia, Muhamed el-Zorkany, dalam rangkaian lawatannya ke beberapa negara Asia
guna mendorong peningkatan hubungan Mesir dengan negara-negara di kawasan ini.
Untuk
memperkuat hubungan di berbagai bidang, kedua negara telah menyepakati
pembentukan forum Konsultasi Bilateral di tingkat Pejabat Senior Kementerian
Luar Negeri masing-masing sejak tahun 2001 dengan ditandatanganinya MoU on
Consultation. Pertemuan Konsultasi Bilateral telah dilaksanakan sebanyak empat
kali, dua kali di Indonesia, (di Bali, 19-20 Juli 2004 dan di Jakarta, 14
Agustus 2006) dan dua kali di Mesir (di Cairo, 9-10 Mei 2005 dan 29 Oktober
2008). Melalui forum tersebut, kedua negara membahas berÂbagai isu hubungan
dan kerja sama bilateral serta melakukan pertukaran pandangan tentang berbagai
isu internasional dan regional yang menjadi perhatian bersama.
Mengenai
proses perdamaian di Timur Tengah, pada prinsipnya Indonesia memiliki posisi
yang sama dengan Mesir tentang perlunya penyelesaian konflik Arab-Israel pada
tiga jalur yang ada (Palestina-Israel, Libanon-Israel dan Suriah-Israel) sesuai
dengan resolusi-resolusi PBB yang relevan dan kesepakatan-kesepakatan yang
pernah dicapai oleh pihak-pihak yang bertikai. Dalam kaitan ini, Indonesia
mendukung tuntutan penarikan diri Israel dari seluruh tanah Arab yang
didudukinya pada perang tahun 1967. Indonesia juga mengakui peran penting dan
strategis Mesir dalam proses perdamaian Timur Tengah, khususnya dalam penyelesaian
masalah-masalah Palestina-Israel, terlebih mengingat bahwa secara geografis
Mesir berbatasan langsung dengan sebagian wilayah Palestina, yakni Jalur Gaza.
Selain itu, Indonesia mendukung berbagai upaya dan peran Mesir dalam
penyelesaian masalah Palestina, termasuk upaya rekonsiliasi antarfaksi
Palestina dan pemulihan kembali perundingan damai Palestina-Israel. Lebih dari
sekadar dukungan, Indonesia berkomitmen untuk ikut berperan aktif dan
berkontribusi secara komplementer terhadap berbagai upaya pemajuan proses
perdamaian Timur Tengah, termasuk upaya yang dilakukan Mesir. (Deplu)
B. Hubungan
Bilateral Indonesia Mesir Bidang Ekonomi
Hubungan
bilateral Indonesia – Mesir telah dibangun sejak lama. Negara di Timur Tengah
ini memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia pada 18 November 1946.
Dibidang ekonomi, kedua negara telah menyepakati sejumlah perjanjian. Beberapa
perjanjian Indonesia – Mesir bidang ekonomi diantaranya adalah:
- Agreement between the Government of the Republic of
Indonesia and the Government of the United Arab Republic for Air Services
between and beyond their respective territories (11
Agustus 1964)
- Agreement on the Promotion and Protection of
Investment (19 Januari 1994)
- Trade Agreement (23
Juni 1997)
- Agreement on the Avoidance of Double Taxation and
the Prevention of Fiscal Evasion with Respect to Taxes on Income (13
Mei 1998)
- Memorandum of Understanding (MoU) between Central
Bank of Egypt and Bank Indonesia (14
Mei 1998)
- MoU on Small and Medium Enterprises Cooperation (17
Juni 2000)
- MoU on Development of Syari’ah Financing Schemes
for Small and Medium Enterprises in Indonesia (10
Agustus 2004)
- MoU on Veterinary Services and Quarantine
Cooperation (18 Juni 2005)
Untuk lebih
meningkatkan kerjasama, kedua negara memiliki forum Sidang Komisi Bersama (SKB)
atau Joint Commission pada tingkat Menteri, di mana sidang terakhir (kelima)
komisi itu telah berlangsung di Jakarta, 3-4 April 2007. Pada SKB tersebut,
kedua negara telah menandatangani sebuah umbrella agreement, yaitu Agreement
between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the
Arab Republic of Egypt on Economic and Technical Cooperation yang selanjutnya
diikuti oleh penandatanganan tiga buah nota kesepahaman, yaitu:
- Memorandum of Understanding Between the National
Standardization Agency of the Republic of Indonesia and the Egyptian
Organization for Standardization and Quality of the Arab Republic of Egypt
on Standardization Cooperation.
- Memorandum of Understanding Between the National
Agency for Export Development (NAFED) of the Republic of Indonesia and the
General Organization for International Exhibition and Fairs (GOIEF) of the
Arab Republic of Egypt on Cooperation in Exhibitions and Fairs.
- Memorandum of Understanding Between the Batam
Industrial Development Authority (BIDA) of the Republic of Indonesia and
the General Authority for Investment and Free Zones (GAFI) of the Arab
Republic of Egypt on Free Zone Cooperation.
Dalam hal
aktifitas ekonomi, hubungan Indonesia-Mesir dalam beberapa tahun terakhir terus
mengalami peningkatan. Di bidang Investasi, Indonesia lebih banyak melakukan
investasi skala besar di Mesir, seperti investasi yang dilakukan oleh Indorama
di sektor tekstil dengan nilai investasi sebesar USD 30.72 juta pada 2007,
Kedaung Industrial Group berinvestasi sebesar USD 100 Juta pada tahun 2008
dengan mendirikan sebuah pabrik kaca dengan nama Pyramid Glass di kawasan Borg
El-Arab Alexandria, dan investasi di bidang produk makanan dengan berdirinya
pabrik Indomie di kawasan Badr City yang telah beroperasi sejak akhir 2009.
Di bidang
kerjasama teknik, Indonesia dan Mesir saling menawarkan dan memanfaatkan
berbagai program unggulan masing-masing: Indonesia di bidang micro finance dan
penyuluhan pertanian, sedangkan Mesir di bidang pertanian, perikanan dan
peternakan. Selain itu, kedua negara banyak bertukar pengalaman dan informasi
melalui berbagai interaksi yang dilakukan oleh para pejabatnya dalam sejumlah
kunjungan. Di bidang ketenagakerjaan, saat ini Mesir banyak didatangi oleh
tenaga kerja profesional dari Indonesia yang berkecimpung di berbagai sektor,
terutama di sektor perminyakan, pariwisata dan industri. Di luar itu semua,
kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Mesir juga tidak hanya dilakukan
melalui forum bilateral, tetapi juga melalui berbagai forum regional dan
multilateral seperti WTO, G-15, D-8, AMED dan OKI.
Begitu pula
dengan perdagangan, Indonesia dan Mesir mengalami tren kenaikan pertukaran
dagang pada beberapa tahun terakhir. Total perdagangan kedua negara pada tahun
2008 dibandingkan tahun 2003 mengalami kenaikan drastis sebesar 500% dengan
kenaikan ekspor Indonesia sebesar 464% dan kenaikan impor dari Mesir sebesar
682%.
Peluang
kerja sama ekonomi Indonesia dengan Mesir, khususnya di bidang investasi dan
perdagangan masih terbuka lebar karena didukung oleh beberapa faktor, antara
lain:
- Posisi geo-strategis Mesir dengan keberadaan
terusan Suez yang menjembatani Asia, Afrika dan Eropa.
- Jumlah penduduk hampir 83 juta (terbesar di Timur
tengah dan kedua di Afrika) dengan pendapatan per kapita sekitar USD 5.800
(berdasarkan purchasing power parity – PPP).
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi 7,1 %
(2006-2007), 7,5 % (2007-2008) dan bahkan pada masa krisis (2008-2009)
Mesir berhasil mencapai pertumbuhan 4,5%, sehingga dari tahun ke tahun
daya beli masyarakat Mesir terus meningkat dan jumlah kalangan menengah
semakin tumbuh.
- Sebagai gerbang untuk mengakses berbagai pasar di
kawasan Eropa, Afrika, Timur Tengah dan bahkan Amerika Serikat, Mesir
memiliki berbagai kesepakatan perdagangan bebas dengan berbagai pihak,
antara lain:
- COMESA (Common Market for
Eastern and Southern Africa Agreement)
- Agadir Agreement
(negara-negara Arab di kawasan Laut Tengah)
- Greater Arab Free Trade Area
- Pan Arab Free Trade Area
- FTA dengan Turki
- EFTA (FTA dengan Islandia,
Lichtenstein, Norwegia dan Swiss)
- Egypt – EU Partnership
- Skema Qualifying Industrial
Zone dengan AS (produk mesir dapat masuk ke Amerika Serikat tanpa bea
masuk selama mengandung komponen dari Israel sebanyak 11.7%)
Secara
tradisional, produk utama Indonesia yang masuk ke pasar Mesir adalah minyak
kelapa sawit, serat dan benang, produk kertas, plywood, kopi, sabun, pecah
belah, pakaian jadi, mebel, bahan kimia, kapas, tetes tebu, dan produk karet
seperti ban. Adapun produk utama Mesir yang diimpor Indonesia antara lain
adalah fosfat, kapas, tetes tebu, pupuk kimia, kurma dan buah-buahan, karpet,
produk tekstil dan benang katun. Dalam dua tahun terakhir, upaya diversifikasi
telah berhasil menambah jenis komoditi ekpor Indonesia ke Mesir dengan masuknya
alloy wheel, car battery, office furniture, wooden & rattan furniture
(indoor & outdoor), paper products, toilet tissue paper, baby care product,
skincare, beauty soap, shampoo, tooth paste, herbal cosmetics, food stuff,
glassware, plastic ware, salt dan handicraft.
Dengan
kenaikan pertukaran dagang yang pesat, Mesir telah menjadi salah satu pasar
non-tradisional terbesar bagi produk-produk ekspor Indonesia yang dapat dilihat
dari besarnya total perdagangan Indonesia-Mesir pada 2008 yang mencapai hampir
USD 1,1 miliar. Total nilai perdagangan kedua negara tersebut telah melampaui
target total perdagangan tahun 2010 sebesar USD 1 miliar yang pernah
dicanangkan dalam SKB Indonesia-Mesir kelima pada 2007. Hal ini dapat terlihat
pula dalam Trade Expo Indonesia (TEI) pada 2008 dan 2009 yang berhasil mencatat
transaksi antara pengusaha Mesir dan Indonesia masing-masing dengan nilai USD
28,47 juta dan USD 24,4 juta yang menempatkan Mesir sebagai mitra dagang
non-tradisional terbesar Indonesia dalam kedua TEI tersebut.
C.
Pasang
Surut Hubungan Indonesia-Rusia
Bung Karno yang memperat hubungan
Indonesia Rusia dan Suharto memperlemah hubungan Indonesia Rusia. Sumber:
bbc.uk
Bahagianya
kalau ada kata Indonesia atau nama Indonesia di sebut-sebut di berbagaia
negara, ya sebagai salah satu warganegara Indonesia rasanya bangga kalau
Indonesia disebut disuatu negara atau nama Indonesia dijadikan sebuah produk
atau brand. Dan mungkin baru di Rusia ada nama sebuah band yang beraliran
rock yang menggunakan nama group bandnya ” Indonesia”. Iya…. orang Rusia
bangga dengan Indonesia, apa lagi kalau yang pernah menjadi diplomat atau
mahasiswa yang pernah tinggal dan menetap dalam cukup lama di Indonesia.
Orang-orang
Rusia yang pernah tinggal di Indonesia atau yang bekerja sama dengan
orang-orang Indonesia, biasanya akan “jatuh cinta” kepada Indonesia, karena
memang orang-orang Indonesai terkenal dengan keramahan dan senyuman khas
Indonesia dan itu diakui oleh orang-orang Rusia! Indonesia bagai Rusia adalah
teman yang tak mungkin dilepaskan, dan betapapun pernah mencapai titik
nadir dalam hubungan Indonesia Rusia, tak pernah ada kata putus atau bercerai!
Hubungan
Indonesia Rusia itu unik dan kebetulan banyak persamaan-persamaan yang dimiliki
Indonesia dan Rusia, boleh di bilang Indonesia Rusia mirip satu sama lain,
sama-sama baru bangkit dari keterpurukan, sama-sama menjauhi komunis, sama-sama
mempunyai latar belakang suku dan agama yang cukup heterogen dan sama-sama
mempunyai masalah dalam negeri yang berhubungan dengan separatis, yang kalau
tidak ditangani hati-hati akan menjadi sorotan HAM Internasional.
Indonesai
Rusia dua negara yang bersahabat sudah cukup lama, lebih dari enam dekade dan
tetap terjalin erat dan semakin erat pada dewasa ini dan itu terbukti dengan
semakin meningkatnya para delegasi ke dua negara yang salin berkunjung dan
semakin banyak turis-turis Rusia yang datang ke Indonesia. Bahkan dalam urusan
masalah agama, dalam hal Islam, Rusia banyak belajar dengan Indonesia dan
mengirim puluhan mahasiswanya untuk belajar di Indonesia tentang Islam
dan bagi orang Rusia, Islam moderat ala Indonesia telah menarik perhataian
Rusia.
Bahkan untuk
urusan haji dan penelolaan jamaah haji, lagi-lagi pihak muslim Rusia belajar
dari Indonesia, karena Indonesia sebagai negara muslim terbanyak di dunia,
telah berhasil dalam setiap tahunnnya membarangkat jamaah haji ratusan ribu
orang dan tak ada kendala yang berarti. lancar dan selalu sukses. Dengan
demikian telah menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi negara lain,
khususnya Rusia untuk belajar mengelola para jamaah haji yang akan menunaikan
ibadah haji, termasuk juga di tahun ini.
Jadi memang
hubungan Indonesia Rusia memang dekat dan sekarang semakin dekat. Nah lebih
dekat lagi ketika Saya melihat di sebuah restoran ” Texas Chicken” di
Rusia yang di papan mama restoran tersebut tertulis nama Indonesia dan
itu ada dua Mall yang berbeda, dengan demikian negara kita, Indonesia, mendapat
jatah “iklan” gratis dari pihak restoran tersebut, karean dengan mencantumkan
nama Indonesia pada restorannya, mau tidak mau orang Rusia membacanya dan
paling tidak mengenal nama Indonesia, yang selama ini wajah Indonesia selalu
disebut dengan orang Vietnam, jadi nama Vietnam lebih dikenal oleh orang Rusia,
ya maklum saja ketika terjadi perang saudara di Vietnam, Rusia membantu salah
satu kelompok yang bertikai, kebetulan lawannya waktu itu dibantu USA!
Nah yang
uniknya lagi hubungan Indonesia Rusia telah merambah ke level bawah, yang
semulau di tingkat para pejabat negara, kini orang-orang Rusia pun terlibat di
dalamnya, contohnya bila ada pembukaan sebuah restoran, cafe dan lain
sebagianya pihak Indonesia diminta untuk menampilkan kreasi musik dan tari
tradisionil Indonesia, yang memang disenangi atau diminati oleh orang Rusia,
jadi musik dan tari seperti Jaipongan, tari Piring, tari Merak, tari
Barong atau berbagai jenis tari Bali, gemelan Jawa dan gamelan Bali, serta
Angklung dan Kolintang sudah akrab di telinga orang Rusia.
Bahkan
tarian rakyat semacam kuda lumping pun menjadi gaya tari sendiri, dan ketika
pernah ditampilkan pada acara tujuh belasan orang Rusia ikut turun panggung,
ikut menari kuda lumping yang memang gerakannya amat dinamis dan lincah, dan
itu tidak hanya menarik perhatian lelaki Rusia, juga gadis Rusia yang
ikut”gatel” untuk turut naik kuda lumping dan ikut berjingkrak dengan kuda
lumping tadi, suatu yang mebuat segar dan indah dimata para penonton.
Banyak
sekali hubungan Indonesia Rusia yang telah terjalin erat, baik dalam bidang politik,
ekonomi. sosial budaya, dan itu telah dirintih oleh Bung Karno sejak tahun lima
puluhan, bahkan berkat jasa Bung Karno sebuah masjid di jaman masih komunis
dibuka atas permintaan Bung Karno, padahal waktu itu ditutup dan dijadikan
gudang alias tidak difungsikan sebagi temapt ibadah! Dan berkat jasa Bung
Karnno pula ada sebuah Universitas negeri di Moskow yang diberi nama oleh Bung
Karno, Universitas Bangsa-Bangsa, Peoples Friendship University of Rusia,
di mana mahasiswa dari seluruh dunia belajar di Universtas ini, diantaranya
mahasiswa dari Indonesia!
Pasang surut
hubungan Indonesia Rusia memang pernah mencapai titik terendah, terutama pada
sesudah perstiwa G 30 S PKI, tapi lagi lagi uniknya, karena pristiwa itu
hubungan Indonesia putus dengan Cina, tapi hubungan Indonesia dan Rusia tetap
berlangsung, walaupun di jaman itu apa bila menyebut nama Uni Soviet, apa lagi
berkunjung ke Uni Soviet(sekarang Rusia) akan menglami berbagai macam
rintangan, hambatan yang tak mudah, terutama untuk menghadapi pihak keamanan di
Indonesia.
Dan masa
“mencekam” itu telah beralalu, bahkan hubungan diplomatik semakin baik, itu
ditandai dengan adanya kebebasan untuk visa bagai para pajabat negara Indonesia
dan Rusia, dan bagi wisatawan Rusia bila berkunjung ke Indonesia bisa
mengurus Visa kunjungan saat kedatangan, jadi lebih mudah dan praktis.
Banyak lagi
jenis hubungan Indonesia Rusia yang unik, pakai batik misalnya, telah menjadi
pekaian kebanggaan orang Rusia, jadi bila ada undangan dari pihak Indonesia
kepada orang Rusia, mereka memakai baju batik! Dan bagi mahasiswa
Indonesia yang belajar di Rusia seringkali setalah lulus kuliah dari
universitas di Rusia selain membawa ijazah mereka juga membawa ijab syah, alias
menikah dengan gadis Rusia yang memang terkenal dengan kecantikannya dan lelaki
Indonesia memang di sukai oleh gadis-gadis Rusia, karena selain ramah, juga
bukan pemabuk! Ternyata orang Rusia pun banyak yang tak suka dengan
minum-minuman keras. Nah silahkan yang tertarik dengan gadis-gadis Rusia bisa
belajar ke Rusia untuk meraih gelar S1, S2 atau S3 yang memang disediakan
setiap tahun bea siswa dari pemerintah Rusia bagi mahasiswa Indonesia.
D. Jepang 'Tak
Kenal' Indonesia
Tari Saman
yang ditampilkan oleh para mahasiswa Jepang, memikat hati warga Jepang.
Kompas edisi cetak dan KOMPAS.com
hari-hari terakhir ini diramaikan artikel tentang 50 tahun hubungan
Indonesia-Jepang. Pelbagai aspek perkembangan dan strategi peningkatan hubungan
bilateral kedua negara diulas, terutama dari bidang ekonomi, teknologi, dan
sosial-politik. Sayangnya, ulasan dari sudut budaya belum terwakili. Tulisan
ini setidaknya merupakan renungan introspektif demi peningkatan hubungan
Indonesia-Jepang melalui bidang budaya.
Ironis membaca judul tulisan ini.
Setidaknya itulah opini yang tercetus dari para mahasiswa Jepang yang tampil
dalam sebuah lomba pidato berbahasa Indonesia di Jepang menyambut 50 tahun
hubungan bilateral Indonesia-Jepang beberapa waktu yang lalu. Beberapa penampil
menegaskan meski banyak wisatawan yang datang ke Indonesia, sesungguhnya
sedikit saja warga Jepang yang mengenal Indonesia dalam rentang hubungan
Indonesia dan Jepang yang panjang. Sungguh merupakan pernyataan yang menggelitik
dari para intelektual muda Jepang yang sedang berjuang memperkenalkan Indonesia
di mata warga Jepang.
Opini itu menggelitik mengingat
selama ini selalu dikatakan bahwa Indonesia dan Jepang ibarat kakak dan adik,
terlepas dari sejarah suram pendudukan Jepang di Indonesia pada 1942—1945.
Tambahan pula, rata-rata tiap tahun Jepang tercatat sebagai negara “pemasok”
wisatawan terbanyak di Asia, termasuk dalam sepuluh besar di dunia setiap
tahun, dan Indonesia termasuk dalam tiga besar sasaran wisata warga Jepang di
bawah Singapura dan Malaysia.
Namun, kemesraan hubungan
Indonesia-Jepang hanya tampak menonjol di skala makro alias pemerintahan, namun
tidak di skala mikro atau pribadi. Meski mudah dijumpai warga Indonesia yang
tinggal di Jepang untuk belajar, berkarier, ataupun menetap, dalam skala
hubungan antarwarga, orang Indonesia masih dianggap sebagai toumei ninggen,
dalam bahasa Jepang, yang berarti orang yang tak dianggap.
Jika pun Indonesia ditampilkan
secara nasional, hal yang lebih banyak diekspos dari Indonesia di Jepang dewasa
ini adalah kemiskinan dan bencana alam. Dari sisi itu Indonesia, dalam
pandangan warga Jepang, adalah negara yang pantas menerima perhatian dan
bantuan terbesar di dunia dari Jepang. Tengoklah televisi Jepang yang boleh
dinilai jarang menampilkan Indonesia. Kalaupun ada sesekali, berita ataupun
feature yang disiarkan lebih banyak menampilkan sisi ketakberdayaan warga
Indonesia dalam menghadapi musibah atau kemiskinan.
Kecemburuan pasti menyeruak saat
menyaksikan NHK, TBS TV, Nippon TV, dan stasiun televisi lain di Jepang gencar
mempromosikan objek wisata dan keunikan negara-negara jiran Indonesia, bahkan
hingga penayangan pengajaran bahasanya. Sesuai dengan karakter orang Jepang
yang suka melihat ke luar, media Jepang gemar mempromosikan keindahan dan
keunikan negara lain di dunia. Namun, di mana Indo
Perlunya
Pusat Kebudayaan Indonesia di Jepang
Umumnya
pusat-pusat studi Indonesia itu lebih banyak bergerak dalam lingkungan
masing-masing. Padahal, besar minat mereka untuk bekerja sama dengan warga
Indonesia di Jepang dalam memperkenalkan Indonesia di Jepang. Inilah yang agak
disayangkan. Pada akhirnya aktivitas pusat studi terbatas pada kegiatan
pengajaran, penelitian, dan seminar pada lingkungan yang terbatas.
Mengandalkan
warga Indonesia yang tinggal di Jepang untuk memperkenalkan Indonesia tidaklah
cukup. Di sinilah seyogianya Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar
Republik Indonesia (KBRI) di Jepang berhubungan aktif dengan pusat-pusat studi
Indonesia di Jepang. Keluarannya adalah aneka kegiatan yang melibatkan semua
pihak untuk memperkenalkan Indonesia lebih luas dan berkesinambungan.
Kegiatan
yang paling efektif untuk meningkatkan pengenalan Indonesia kepada warga Jepang
tidak lain adalah kegiatan budaya. Pusat Kebudayaan Indonesia, yang
diselenggarakan di beberapa KBRI di dunia, dapat menjadi jembatan efektif yang
menghubungkan Indonesia dengan pusat-pusat studi Indonesia setempat. Ambillah
contoh Pusat Kebudayaan Indonesia di Australia dan Korea yang aktif mempromosikan
Indonesia dan berhubungan dengan pusat-pusat studi setempat. Bentuk kegiatannya
beragam, mulai dari kunjungan para tokoh Indonesia ke pusat-pusat studi
Indonesia untuk promosi Indonesia, penyelenggaraan acara seni dan budaya
bersama, hingga pengadaan perpustakaan lengkap Indonesia.
Pusat
Kebudayaan Indonesia di negara asing tidak hanya berfungsi untuk mempromosikan
kebudayaan Indonesia kepada warga setempat, tetapi juga untuk menjelaskan
persoalan-persoalan yang menimpa Indonesia secara objektif kepada warga
setempat. Di Jepang, isu negatif yang sekecil apa pun, terutama yang
berhubungan dengan keamanan dan keselamatan, rentan dicemaskan secara nasional.
Isu Garuda Indonesia yang tak layak terbang ke beberapa negara di dunia
beberapa waktu yang lalu, misalnya, menggagalkan program-program kerja sama
Indonesia-Jepang yang telah direncanakan. Banyak kunjungan yang seharusnya
menghasilkan investasi bagi Indonesia batal, termasuk kunjungan sosial-budaya
yang direncanakan oleh pusat-pusat studi Indonesia.
Aneka produk
budaya Indonesia seyogianya dapat disebarluaskan melalui Pusat Kebudayaan
Indonesia. Warga Jepang, terutama generasi mudanya, yang mudah mengalami
“demam” produk budaya kontemporer dunia pasti akan menyambut baik kreasi produk
budaya kontemporer Indonesia dalam wujud film, sinetron televisi, lagu, drama,
tari, karya sastra terjemahan, dan makanan. Sementara “gaya Harajuku” dan manga
cepat mendemamkan warga Indonesia, batik, musik pop, dan film sekelas Laskar
Pelangi, misalnya, tidak akan sulit merebut hati warga Jepang untuk mengenal
lebih dalam Indonesia.
Masih banyak
pastinya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengenalan Indonesia di mata
warga Jepang dengan pendekatan kultural. Setidaknya, wakil Pemerintah dan warga
Indonesia yang berada di Jepang mampu berbuat lebih banyak bagi negaranya.
Demikian pula, warga Jepang yang mencintai Indonesia ingin berbuat lebih banyak
demi pengenalan Indonesia di mata keluarga dan rekan-rekannya. Semoga 50 tahun
hubungan bilateral Indonesia-Jepang ini tidak berhenti pada perayaan seremonial
semata.
E. Hubungan Indonesia-AS, Kian
Membaik
Komandan Marinir AS untuk Pasifik
Letjen Letjen (USMC) Duane D Thiessen menjawab pertanyaan peserta workshop di
Kantor Kemhan RI
Delegasi US
- ASEAN Business Council (USABC) mengunjungi Kantor Kementerian
Pertahanan, 8 Februari lalu, untuk bertemu Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro. Dalam pertemuan itu dibicarakan tentang peluang-peluang bisnis
dibidang pertahanan. Pertemuan itu baru sebatas perkenalan dan penjajakan bahwa
mereka mau bekerjasama bila diperlukan di Indonesia. Kunjungan ini adalah
bagian dari serangkaian kunjungan rutin tahunan ke Indonesia dalam rangka
mempererat hubungan dan kerjasama dengan pemerintah Indonesia.
“Sementara
ini, kita baru penjajakan, jadi baru perkenalan, bahwa mereka mau bekerjasama
(dengan Kemhan), bila diperlukan di Indonesia,”ujar Sekjen Kemhan Marsdya TNI
Eris Herriyanto.
Kementerian
Pertahanan dalam pertemuan itu juga menyampaikan, bahwa Indonesia juga sudah
memiliki beberapa kerjasama dengan negeri paman sam tersebut. Kedatangan
delegasi itu hanya memperkenalkan bahwa ada dewan (council) antara
Amerika dengan ASEAN yang nantinya bisa bekerjasama.
Dalam
pertemuan itu, pihak Amerika juga menanyakan kepada Menteri Pertahanan soal
hasil pertemuan ASEAN 2011 kemarin. Menteri Pertahanan kemudian menjelaskan,
bahwa selama ini yang dilakukan dengan ASEAN adalah menjaga stablitas keamanan
dikawasan, khususnya hasil pertemuan Asean Defence Minister Meeting
(ADMM) 2011, dimana Indonesia menjadi Ketua. Dalam pertemuan itu juga
disinggung soal keamanan Laut China Selatan, meski tidak terlalu detail.”Hanya
secara umum saja,” kata Eris.
Karena untuk
melakukan investasi memang membutuhkan stabilitas keamanan. Intinya pertemuan
itu pure bicara bisnis dan perkenalan Delegasi USABC dengan Menteri
Pertahanan. Eris menjelaskan, US-ASEAN Business Council telah didekasikan untuk
mengefektifkan hubungan bilateral negara-negara ASEAN dengan Amerika Serikat
melalui kekuatan ekonomi dan perdagangan.
US-ASEAN
Business Council adalah organisasi nasional utama di Amerika yang mewakili
kepentingan sektor swasta di ASEAN, yang meliputi sepuluh negara, yaitu,
Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipina,
Singapura, Thailand dan Vietnam. USABC ini mewakili sekitar 100 perusahaan
besar Amerika, yaitu perusahaan-perusahaan yang telah mempunyai usaha selama
lebih dari 100 tahun sampai dengan perusahaan-perusahaan yang baru saja
mempunyai kegiatan usahanya di ASEAN.
Delegasi US-
ASEAN Business Council (USABC) dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan
Purnomo Yusgiantoro adalah Conoco Phillips, Microsoft, Senior Vice President
Freeport McMoran Copper & Gold Russel King, Ford Motor Company, Chevron,
Seagate, President US Asean Business Council Alexander C Feldman, dari USABC
Anthony Nelson, dan Caterpillar. Delegasi Amerika itu didampingi Duta Besar
Amerika Serikat untuk Indonesia, Scot Marciel. “Kami tadi (8 Februari) mendapat
pemaparan tentang beberapa rencana Kementerian Pertahanan, namun secara umum
saja, tidak ada hal yang spesifik,” kata Scot, kepada wartawan yang
mengerubunginya, di Gedung Bhinneka Tunggal Ika, Kantor Kementerian Pertahanan,
Jakarta..
Dalam
pertemuan itu juga, Duta Besar AS, Scot Marciel, “kulo nuwon” kepada
Menhan RI, dalam kaitan workshop Enhanching Defence Cooperation on Publik
Affairs, yang merupakan hasil kerjasama Puskom Publik Kemhan RI dengan
dengan Public Affairs US DoD, di Kantor Kemhan RI.
Keesokan
harinya, pada acara yang berbeda, atas inisiatif Puskom Publik Kementerian
Pertahanan RI dengan Public Affairs (PA) US DoD (Pentagon), Kamis, 9
Februari, di Aula Nusantara I, Gedung Urip Sumohardjo, Kemhan RI,
diselenggarakan Workshop Enhancing Defence Cooperation on Public Affairs.
Workshop itu sebagai wujud kerjasama bilateral antara Indonesia dan Amerika
Serikat, bentuk kerjasama pertahanan terus ditingkatkan, pasca embargo AS
terhadap Indonesia sejak 2005.
Kepala Pusat
Komunikasi Publik Kemhan RI, Brigadir Jenderal Hartind Asrin, menjelaskan,
kerangka kerjasama tersebut tetap berprinsip pada kesetaraan, saling
menguntungkan dan saling menghormati kedaulatan negara masing-masing. Karena
itu, kerjasama pertahanan yang telah dilakukan selama ini tentunya perlu
dipublikasikan oleh kedua negara dalam rangka pencapaian pencitraan positif
dari publik.
Melihat
perkembangan saat ini, maka Kementerian Pertahanan RI bersama Departemen
Pertahanan Amerika Serikat di Pentagon (US DoD) menyelenggarakan seminar
tersebut. Penyelenggaraan workshop internasional ini merupakan langkah awal
program kerjasama tahunan Public Affairs antara Puskom Publik Kemhan RI dengan
Public Affairs (PA) US DoD. “Dengan adanya bentuk kerjasama baru ini maka akan
memperkuat kerjasama pertahanan yang sudah ada dan diharapkan pencitraan kedua
belah pihak dapat ditingkatkan,” ujar Hartind.
Tujuan
diadakan workshop ini adalah sebagai bahan acuan bagi publikasi media dalam
bidang kerjasama pertahanan yang telah ada dan diharapkan pencitraan kedua
belah pihak (AS-Indonesia) dapat ditingkatkan.
Hartind
menyebutkan, topik yang diambil oleh Kedutaan Amerika Serikat adalah masalah
hubungan keterbukaan dengan media massa. Sementara itu Deputi Wakil Menteri
Pertahanan Amerika Serikat untuk Bidang Strategi, Dr Daniel Y Chiu,
menceritakan strategi militer Amerika Serikat, seperti penarikan pasukan dari
Irak, penugasan pasukan di Afghanistan dan dari berbagai belahan dunia.
Dijelaskan
juga tentang strategi AS dalam menghadapi media dan pembentukan opini. Sebelum
bergabung dengan Departemen Pertahanan AS, Dr Chiu adalah anggota staf peneliti
di Institute for Defence Analyses dimana dia menjadi Direktur Studi
untuk Divisi Perang Gabungan Mutakhir dan Divisi Strategi, Kekuatan dan
Prasyaratan.
Kemudian
Komandan Korps Marinir AS untuk Pasifik (Commander US Marine
Corps Forces Pacipic) Letjen (USMC) Duane D Thiessen, bercerita tentang
penempatan pasukan AS. Duane mengawali tugas pertamanya sebagai pilot pesawat
AV-8A Harrier dimana dia dikirimkan ke berbagai tempat dari Laut Mediterania
hingga Okinawa.
Hasil
workshop itu akan ditindaklanjuti dengan kerjasama Puskom Publik Kemhan RI
dengan Public Affairs (PA) US DoD di Pentagon. Kerjasama itu nantinya akan
berupa latihan, informasi teknologi, serta diikuti dengan kunjungan para Kepala
Dinas Penerangan tiga angkatan dan Puskom Publik Kemhan RI. “Itu jangka
panjangnya, kalau seminar kemarin itu hanya warming up (pemanasan) saja,
” ujar Hartind yang menjadi mentor acara tersebut dan telah disetujui oleh
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Kerjasama
Public Affairs ini adalah baru yang pertama kali dilakukan atas inisiatif
Kementerian Pertahanan RI. Hadir dalam acara itu adalah perwakilan pusat
komunikasi publik (humas) dari beberapa Kementerian di Jakarta dan para
Pemimpin Redaksi berbagai media massa cetak dan elektronik terbesar di Jakarta.
BAB II
HUBUNGAN REGIONAL
A.
KONTRAVERSI
PERJANJIAN INDONESIA-SINGAPURA
Hubungan
politik luar negeri Singapura-Indonesia tahun 2007 mengalami peningkatan di
bidang politik, ekonomi dan militer-pertahanan. Meski di akhir tahun 2006, Singapura
mempermalukan Indonesia pada Sidang PBB dengan menyebutkan negara pengekspor
asap ke tetangga, hal tersebut tak menyurutkan langkah untuk membina hubungan
kerjasama. Demikian pula di awal Januari 2007, Indonesia memutus rantai suplai
pasir darat, pasir laut dan top soil lewat Keputusan Menteri Perdagangan.
Dengan diplomasi pasir akhirnya dimulai perundingan Singapura-Indonesia tentang
Perjanjian Ekstradisi dirangkai dengan Perjanjian Kerjasama Militer / DCA di
wilayah Kepulauan Riau dan sekitarnya.
Kontraversi Perjanjian DCA – SEZ
Di tengah
kontraversi DCA yang ditolak DPR, lagi-lagi Singapura dan Indonesia akan
menyepakati Special Economic Zone yang akan diberlakukan di daerah Tanjung
Balai Karimun, Bintan hingga Kepulauan Natuna (The Jakarta Post, 23/08/07).
Mengapa kesepakatan zona ekonomi bebas yang agendanya dibahas pada tahun 2008
tersebut dipercepat penandatanganannya pada tahun ini? Adakah keuntungan bagi Indonesia
atau malah sebaliknya?
Dalam
perdebatan selama hampir enam bulan antara Pemerintah RI dan DPR, DCA merupakan
batu uji bagi hubungan kedua negara. Legislatif memiliki argumen yang kuat
didasari kedaulatan negara dan pemerintah RI pun memiliki alasan yakni
mendapatkan alih teknologi dan pengembalian dana ekstradisi pelaku koruptor.
Keuntungan bagi Singapura, jelas bahwa DCA membuka wahana luas untuk aksi
aero-militer dan kemampuan kecanggihan pesawat tempurnya.
Di samping
itu, delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Budiono (Majalah
Kontan, 30/08) menerbitkan undang-undang terpaksa yakni Perpu No 1/2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Imbas Perpu ini memberikan
kesempatan kepada Singapura untuk berada di otoritas Indonesia yang sama yakni
Kepulauan Riau, Tanjung Balai Karimun, Bintan dan Kepulauan Natuna.
Melihat
empat kasus di atas, semuanya berada di Kepulauan Riau yang memang berdekatan
dengan Singapura. Masalah kebakaran hutan, larangan ekspor pasir, kerjasama
militer dan perdagangan serta pelabuhan bebas akan menjadi fokus pasang surut
hubungan Singapura-Indonesia di tahun ini.
Bagi
Indonesia, sebenarnya perjanjian kerjasama militer dan perdagangan bebas tidak
akan mendapatkan signifikansi keuntungan baik material maupun alih teknologi.
Berapa persen dana yang akan masuk ke Kas Negara jika dihitung dengan besarnya
manfaat yang didapatkan Singapura? Sebelumnya, telah ada kerjasama ekspor pasir
dari tahun 1984 dengan imbalan Singapura membangun sarana dan
prasarana/infratruktur di Pulau Bintan. Hasilnya adalah cekungan dan lembah di
Kepulauan Tanjung Balai Karimun, Lobam dan sekitarnya akibat penambangan yang
tidak terkendali. Kerusakan lingkungan yang parah menjadi upah bagi kesepakatan
tersebut.
Dalam hal
harga saja, Pemerintah Singapura menyediakan $Sin 23-28 per meter kubik untuk
pasir dari Indonesia, namun akibat tindakan pricing yang dilakukan serta
murahnya tenaga kerja, pasir Indonesia dihargai $Sin7. Berapa keuntungan yang
telah didapatkan Singapura selama hampir 20 tahun dengan kemudahan ekspor pasir
Indonesia? Jelas sudah, Bandara Changi dan Sentosa Island hasil perkawinan
silang dari perjanjian yang sangat merugikan Indonesia tersebut. Belum lagi
emas hitam / batubara yang pada umumnya di kuasai perusahaan swasta imajiner
Singapura yang mendapatkan konsesi dari anak perusahaannya yang beroperasi di
Indonesia.
Jika ingin
lebih mendalam, berapa lama perjanjian zona perdagangan bebas antara
Indonesia-Singapura di wilayah sekitar Kepulauan Riau hingga Natuna, publik tak
akan mengira yakni 70 tahun sejak di sahkan. Hal ini memang bukan main-main.
Ikatan perjanjian merupakan bentuk dan upaya Singapura meredam kemajuan
Indonesia di segala bidang. Pelibatan perjanjian kedua negara tidak dapat
dibatalkan sepihak dan perlu proses yang cukup lama. Apakah pemerintah
Indonesia sudah memikirkan akan hal itu?
Kontraversi dan Konsesi
Jika tidak
salah, ladang minyak dan gas bumi yang belum di kelola Pertamina dan PGN adalah
ladang di Kepulauan Natuna. Perpu yang menerbitkan tentang perdagangan bebas
dan pelabuhan bebas menjadikan prasyarat utama sebuah kilang minyak/gas (rig)
berdiri. Apabila perjanjian SEZ selama 70 tahun maka tepatlah bagi Indonesia
dan Singapura bisa membangun pelabuhan dan melakukan lanjutan perjanjian
penambangan, pengeboran serta angkutan laut. Idealnya adalah demikian, akan tetapi
bagaimana kalau Pemerintah Indonesia lagi-lagi dirugikan seperti halnya
perjanjian ekspor pasir, konsesi batubara dan kerjasama militer?
Lebih lanjut
lagi, apabila zona perdagangan bebas dilakukan dan diikuti pelabuhan bebas di
Kepulauan Riau seperti Batam, Tanjung Balai Karimun dan Bintan, sudahkan
Singapura membuka pelabuhannya secara bebas non-tarif ketika kapal-kapal harus
melewati registrasi di Selat Singapura dan Selat Malaka? Jangan-jangan
pelabuhan bebas yang dimaksud adalah pelabuhan bagi pelaku penyelundup yang
bebas melakukan transaksi dan setibanya di perairan Malaka, legalisasi akan
diberlakukan oleh otoritas Singapura. Hal ini sudah terjadi antara Indonesia
dan Malaysia mengenai illegal logging. Kayu yang diseludupkan dari hutan
Kalimantan-RI di stempel legal oleh Beacukai Malaysia dan akhirnya bisa bebas
ke pasaran dunia.
Tulisan ini
hanya mengingatkan saja, bahwa bangsa kita telah lama dibutakan dan dibodohi
oleh bangsa asing. Akankah saat ini kita juga rabun jauh dengan isi perjanjian
DCA dan SEZ? Jika kerjasama memang menjadi kebutuhan, seperti apa keuntungan
bagi seluruh masyarakat Indonesia? Brunei saja bisa menghidupi warganya dengan
6-8 kilang minyak, mengapa Indonesia tidak bisa dengan sumber daya alam yang
besar dan puluhan titik kilang serta pengeboran minyak?
Lagi-lagi
ini bukan saja masalah kontraversi dan konsesi minyak, tapi perhitungan
matematis yang harus dilakukan pemerintah Indonesia. Cukup sudah penderitaan
rakyat akibat perjanjian yang merugikan, jangan menambah beban lagi.
Solusinya,
walau perjanjian tetap diadakan setidaknya dalam hal kerjasama militer,
Indonesia mendapatkan jatah terbang tempur dan pinjaman pesawat/parking yang
dapat digunakan berlatih dari Sabang sampai Merauke. Memang tidak lazim bagi
sebuah negara untuk membuka dirinya apalagi memberikan teknologi pertahanan
terhadap negara lain. Namun dengan hubungan yang komunikatif, pastilah akan
terbina mutual understanding.
Jika suatu
kerjasama militer dapat diperjanjian dalam kerangka bilateral mengapa juga pemberian
ruang tempur harus diributkan DPR? Ini menandakan ketidak ikhlasan pemerintah
RI untuk negara tetangganya. Demikian juga, jika memang pelaku korupsi,
penyelundup, dan criminal investor membawa uang haram mengapa dengan pintu
terbuka dan senangnya Singapura melindungi dan memberikan privasi hukum serta
special cittizen? Kiranya masalah-masalah di atas merupakan hambatan dalam
membina hubungan diplomasi Singapura-Indonesia.
Sangat
menarik, ketika dalam acara National Day Pemerintah Singapura di Jakarta 12
Agustus 2007, undangan disodorkan brosur 15 tahun hubungan Singapura-Indonesia
bertajuk Gotong-Royong. Singapura dengan gamblang memamerkan kemajuan kerjasama
baik di bidang pendidikan, ekonomi, dan teknologi dengan kecerahan harapan dan
keberhasilan membuka lapangan kerja.
Tentunya tak
jauh harapan semua pihak, apabila Gotong-Royong pun sudah menjadi sebuah spirit
ikon kerjasama Singapura, mengapa Indonesia tidak membuka diri
bergotong-royong-ria memanfaatkan teknologi militer-pertahanan dan jaringan investasi
keuangan yang dimiliki Singapura? Hal ini memang memerlukan political will dan
konsistensi aplikatif perjanjian yang lebih terbuka antara pemerintah
RI-Singapura. Yang menjadi harapan apakah pemerintah kita mau?
Hambatan Internal
Hambatan
internal adalah ketertutupan Pemerintah RI dalam hal DCA dan SEZ sehingga
kalangan DPR menolak dan bahkan menilai delegasi kita ditekan dalam
berdiplomasi. Hubungan internal eksekutif-legislatif demikian harus disikapi
dengan kedewasaan dan kemauan mencari solusi. If you aren’t a solution, you are
the problem is. Mungkin kalimat ini yang mewakili spotlight interaction
Pemerintah dan DPR dewasa ini. Dalam konteks DCA saja legislatif tidak boleh
mengetahui substansi yang dibahas pemerintah? Demikian juga dengan perjanjian
SEZ, mengapa pemerintah RI mengambil jalan pintas dengan mengeluarkan Perpu
jika memang tidak ada kegentingan mendesak.
Secara
gamblang, publik akan menilai pemerintah RI khawatir apabila SEZ akan bernasib
sama jika dibahas dan akan mendapatkan persetujuan di legislatif.
Ketidak-akuran internal akan menghambat maksud baik perjanjian bilateral. Sikap
curiga-mencurigai tidak perlu dibahas secara terbuka, dan malah akan menambah
daftar inventaris masalah yang dinilai sebagai blanckspot dan kelemahan pemerintah
RI ketika harus melakukan perjanjian bilateral.
Kita
berharap keinginan pemerintah yang baik, tidak dimanfaatkan untuk kepentingan
politik sesaat dan kemajuan negara lain. Semoga saja perjanjian DCA dan SEZ
tidak hanya sebatas perjanjian di balik kertas yang membawa keuntungan bagi
Singapura namun membawa keuntungan juga bagi negara dan rakyat Indonesia.
B. Indonesia-Malaysia
Perlu Hubungan Berkualitas
Kuala Lumpur --
Indonesia dan Malaysia sudah selayaknya meningkatkan hubungan antar organisasi
pemuda yang lebih berkualitas, demi sinergi dalam merangkul masa depan yang
lebih aktif.
"Sesama
pemuda perlu saling bertemu karena mereka kelak lah yang menjadi pemimpin di
kedua negara serumpun ini," kata Direktur Jenderal Biro Tatanegara Jabatan
Perdana Menteri Malaysia Datuk Raja Arif Bin Raja Ali disela-sela
"Pertemuan Serantau One Region" di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa.
Menurut dia,
pertemuan yang berkualitas yaitu didasari oleh niat untuk mencapai kebaikan
sehingga mampu menaikkan harkat dan martabat sebagai negara serumpun ini.
Untuk itu, lanjut dia, pertemuan seperti ini terutama antar organisasi pemuda kedua negara sangatlah baik karena selain bisa menyejukkan hubungan kedua negara juga sebagai bagian untuk membina agenda masa depan yang lebih pro aktif.
Untuk itu, lanjut dia, pertemuan seperti ini terutama antar organisasi pemuda kedua negara sangatlah baik karena selain bisa menyejukkan hubungan kedua negara juga sebagai bagian untuk membina agenda masa depan yang lebih pro aktif.
Dengan
semakin banyak pertemuan tentu kedua belah pihak saling belajar untuk mengurus
dan menghormati perbedaan pendapat, namun tetap mengedepankan pencapaian positif
diberbagai bidang ilmu ekonomi, sosial dan budaya serta bidang keilmu
pengetahuan lainnya sehingga mampu menaikkan harkat dan martabat sebagai negara
serumpun ini.
Dalam
kaitannya, media sangatlah berperan penting untuk pencapaian hubungan yang
berkualitas itu dengan menyampaikan informasi yang berdasarkan fakta dan
berlaku adil dengan tidak membesar-besarkan permasalahan kecil, ataupun
sebaliknya mengecilkan persoalan yang berpotensi menjadi besar.
"Media
di kedua negara harus adil dan proporsional dalam menyampaikan
informasinya," ungkap Datuk Raja.Sementara itu, ketua Ikatan Setiakawan
Wartawan Malaysia-Indonesia (Iswami) untuk Indonesia, Saiful Hadi menyampaikan
perlunya kesadaran media massa di kedua negara ini untuk membantu menyelesaikan
permasalahan dengan menyampaikan informasi sesuai fakta dan tidak
menggunakannya untuk kepentingan politik sesaat.
Dikatakan
Saiful, Iswami dalam hal ini akan selalu bekerja keras demi memperbaiki
komunikasi antar media kedua negara termasuk juga dalam menjembatani hubungan
kerja sama bidang sosial dan budaya. Memang harus diakui, kata dia, hingga saat
ini apabila terjadi konflik antar kedua bangsa serumpun ini maka akan menjadi
isu seksi untuk dihembuskan.
Namun
demikian, Iswami berharap agar media di Indonesia ataupun Malaysia mampu
menahan diri dengan melihat terlebih dahulu fakta-fakta yang ada dan tentunya
harus seimbang.
Hubungan istimewa
Hubungan istimewa
Dato Sri
Ahmad Zamzamin Bin Hashim menambahkan hubungan Indonesia-Malaysia merupakan
satu bentuk hubungan yang sangat luar biasa istimewanya sebab sebagai negara
serumpun (suku bangsa Melayu) dan mayoritas penduduknya mementingkan
permufakatan dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam hal sosial, budaya,
ekonomi maupun politik antar negara.
Dengan
adanya pertemuan ini, dia berkeyakinan dapat memberikan satu inspirasi kepada
tokoh-tokoh pemuda kedua negara untuk membentuk agenda produktif untuk mencapai
kesejahteraan dan keharmonisan hubungan kedua bangsa ini. "Dengan semangat
kekeluargaan, maka tentunya pertemuan ini akan memberikan suntikan baru di
dalam membentuk kerja sama yang lebih dinamis di masa mendatang," kata
Dato Sri Zamzamin.
Dalam
pertemuan ini, perwakilan pemuda kedua negara ikut hadir. Dari Indonesia
seperti Pemuda Ansor, Pemuda Muhammadiyah, PB Nadhatul Ulama, PB Mathla`ul
Anwar, Majelis Ulama Indonesia serta Nasyiatul Aisyiyah. Sedangkan dari ormas
pemuda pihak Malaysia diantaranya Jaringan Melayu Malaysia, Persatuan Pengguna
Islam Malaysia, Puteri Umno Malaysia, Persatuan Silat Malaysia, ataupun
persatuan pengguna jalanraya Malaysia.Selanjutnya perwakilan media, tampak
hadir Aat Surya Safaat, koordinator staf ahli direksi Perum LKBN ANTARA,
Syamsuddin Haesy, Direktur Utama Harian Jurnal Nasional serta dari Kantor
Berita Bernama (Malaysia), Harian Utusan (Malaysia) dan TV3 Malaysia.
C. Bom Waktu
Hubungan Indonesia-Malaysia
Musni Umar photo bersama peserta
usai menjadi narasumber seminar Indonesia-Malaysia di Universitas Trisakti
Jakarta, 6 Juli 2012
Sejak
Indonesia merdeka 1945 dan Malaysia merdeka 1957 hubungan dua negara serumpun
selalu mengalami pasang surut. Tahun 1963-1966, terjadi perang antara dua
negara, sehingga muncul semboyan “Ganyang Malaysia” yang digelorakan
Presiden Sukarno, dalam rangka memobilisasi dukungan masyarakat Indonesia
dalam perang melawan Malaysia.
Semboyan
ganyang Malaysia, walaupun sudah sangat lama, tetapi tidak lekang karena panas
dan tidak lapuk karena hujan, ia selalu diingat ketika muncul
persoalan dengan Malaysia. Ganyang Malaysia telah berada dibawah sadar sebagian
masyarakat Indonesia, dan seketika bisa muncul jika ada masalah
dalam hubungan Indonesia-Malaysia. Ungkapan “ganyang Malaysia” telah menjadi
bagian dari pembentuk heroik bangsa Indonesia dalam menghadapi Malaysia.
Bulan Madu hubungan dua negara
Hubungan
mesra antara Indonesia-Malaysia terjadi setelah Presiden Soeharto mengambil
alih pemerintahan di Indonesia sesudah terjadi peristiwa Gerakan 30 September
1965 yang didalangi PKI. Upaya normalisasi hubungan dua negara
berlangsung setelah Presiden Sukarno “lengser” dan Soeharto menjadi
Presiden RI.
Pada masa
pemerintahan Soeharto dan Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak, hubungan
Indonesia-Malaysia sangat mesra, bagaikan hubungan kakak dan adik. Pada masa
itu, hubungan kedua negara sangat indah dan mesra.
Akan tetapi,
hubungan itu tidak berlangsung lama karena masa pemerintahan PM Malaysia
Tun Abdul Razak hanya berlangsung sekitar enam tahun (1970-1976),
kemudian digantikan Tun Husein On dan Tun Mahathir Mohamad. Pada masa
pemerintahan Tun Mahathir, secara perlahan tapi pasti, terjadi
perubahan dalam hubungan Indonesia-Malaysia, sehubungan pesatnya kemajuan
ekonomi Malaysia di masa pemerintahan Dr Mahathir Mohamad.
Lambat laun
pamor Indonesia sebagai kakak meredup terutama setelah terjadi krisis
perbankan yang melanda Asia Tenggara pertengahan 1997 yang
berlanjut dengan krisis ekonomi, yang menyebabkan terjadi tergantian
rezim di Indonesia.
Kondisi
sosial ekonomi Indonesia yang terpuruk, telah memberi dampak
negatif bagi Indonesia. Apalagi, berlanjut dengan krisis multi dimensi dalam
waktu yang panjang, telah mengakibatkan Indonesia mengalami
penurunan pengaruh dalam percaturan global.
Sementara
Malaysia, walaupun terkena krisis perbankan dan krisis ekonomi, tetapi
dalam waktu yang tidak lama, ekonominya bisa recovery dan
bangkit, sehingga tidak terjadi pergantian rezim.
Dampak dari
itu, generasi baru yang lahir di Malaysia, secara psikologis melihat Indonesia
dibawah Malaysia, karena setiap hari melihat para TKI Penata Rumah
Tangga, buruh bangunan, buruh perkebunan kelapa sawit, dan buruh di
industri (kilang).
Sementara
sebagian masyarakat Indonesia masih bernostagia hubungan kedua
negara pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dan Tun Abdul Razak,
sehingga perubahan yang terjadi dalam hubungan People-to-people (P-to-P) sulit
difahami apalagi diterima.
Konflik Budaya
Indonesia
dan Malaysia jauh sebelum keduanya merdeka sebagai negara yang berdaulat,
merupakan satu kesatuan wilayah, budaya, sosial, politik dan ekonomi.
Penjajah
telah memisahkan keduanya, paling tidak bermula dari Perjanjian (Traktat)
London 17 Maret 1824 antara Belanda dan Inggris yang membagi wilayah ”
Nusantra” yang disebut di Malaysia “Dunia Melayu”. Isi perjanjian London
itu antara lain bahwa kawasan yang dikuasai Inggris, pentadbirannya diberikan
kepada Inggris dan yang dikuasai Belanda, diserahkan kepada Belanda.
Malaysia
merupakan salah satu wilayah yang dikuasai Inggris, sedang Indonesia
dikuasai oleh Belanda. Kedua wilayah yang dipisahkan oleh penjajah untuk
kepentingan penjajahan, berabad lamanya budaya warisan nenek moyang tetap
dilestarikan dan diwariskan dari satu generasi kepada generasi
berikutnya. Bahkan hubungan kekerabatan dan darah tetap terjaga melalui
perkawinan.
Sejarawan
Malaysia Muhammad Takari bin Jijin Syahrial (2009:445) mengatakan bahwa adanya
hubungan kekerabatan dan darah antara Indonesia dan Malaysia. Dia menunjukkan
di Kedah, Perlis, dan Pulau Pinang, banyak migran berasal dari Aceh dan
Sumatera Utara.
Sebaliknya
dibeberapa kawasan di pulau Sumatera terdapat kelompok-kelompok masyarakat
Melayu yang migrasi dari Semenanjung Malaysia, misalnya di pulau Jaring Halus
Sumatera Utara, mayoritas penduduknya ialah keturunan Kedah. Begitu juga
dengan Kampung Pahang, Kampung Perlis, Kampung Perak yang membuktikan adanya
hubungan darah. P. Ramlee, seniman besar Malaysia adalah keturunan Aceh. Begitu
juga Ahmad Jais, nenek moyangnya berasal dari Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Hubungan
darah, kekerabatan dan migrasi penduduk, telah menyebabkan tumbuh dan
berkembangnya budaya yang sama di dua negara.
Tun Abdul
Razak dalam Kongres Kebudayaan Kebangsaan pada 16 Agustus 1971 menegaskan bahwa
“….. nenek moyang bangsa kita yang mendiami rantau Nusantara ini meninggalkan
pusaka kebudayaan yang kaya-raya dan tinggi mutunya. Maka itu, sudah sewajarnya
kita menerima gagasan bahawa kebudayaan yang sedang dibentuk dan dicorakkan itu
hendaklah berlandaskan kebudayaan rakyat asal rantau ini. Bagaimanapun,
patutlah juga kita mengambil unsur-unsur kebudayaan yang datang ke rantau ini
dan membawa pengaruh-pengaruh ke atas semenjak beberapa lama supaya
pengaruh-pengaruh yang bermanfaat dapat menyegarkan dan menentukan corak
kebudayaan Malaysia bagi masa hadapan. Namun, haruslah diingat, dalam
mencari bentuk dan menentukan corak kebudayaan, kita tidaklah melupakan hakikat
masyarakat kita yang berbilang kaum “the reality of our multiracial society.”
Kita hendaklah senantiasa berpadu kepada cita-cita membentuk suatu negara di
mana rakyatnya dari pelbagai kaum dan golongan dapat dijalin dalam satu ikatan
yang padu. Saya percaya selagi kita sedar dan insaf akan hakikat ini, kita
tidak akan melencong dari matlamat mendirikan bangsa yang bersatu.
Membaranya Ketidak-sukaan
Hasil survei
Lembaga Survei Nasional di 33 Provinsi dari 20-29 Agustus 2009 dengan metode
multi stage random sampling terhadap 2.178 responden dan margin error 2,1
persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen, menyebutkan sebanyak 32 persen
masyarakat Indonesia menginginkan putus hubungan dengan Malaysia. 40 persen
mendesak pemerintah bersikap lebih tegas kepada Malaysia. Hanya 16 persen yang
mendesak supaya hubungan dengan Malaysia ditingkatkan.
Selain itu,
hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dengan metode multi stage random
sampling dengan 1,000 responden, sebanyak 67,5 persen publik Indonesia
mempersepsikan hubungan Indonesia selama ini sangat buruk. Sangat baik 21,9
persen, tidak jawab 10,5 persen.
Hasil survei
Sydney’s Lowy Institute tahun 2012, yang dilakukan seluruh Indonesia kecuali
Maluku, Papua dan Papua Barat. Usia responden 17 ke atas, negara yang dianggap
ancaman adalah Malaysia (63 persen), Amerika Serikat (19 persen), China,
Australia, dan Singapura 12 persen.
Terakhir,
hasil survei Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia tahun 2010
bahwa dari 250 mahasiswa, menyebutkan bahwa sebanyak 69 persen menempatkan
Malaysia sebagai ancaman utama Indonesia di era globalisasi
Dari hasil
berbagai survei tersebut dapat dikemukakan bahwa tingkat ketidak-sukaan sebagian
besar masyarakat Indonesia terhadap Malaysia sangat tinggi. Besarnya
tingkat ketidak-sukaan terhadap Malaysia merupakan bom waktu karena pada
umumnya yang tidak suka kepada Malaysia adalah dari kalangan muda Indonesia.
Pemecahan Masalah
Besarnya
perasaan tidak suka terhadap Malaysia dan adanya perasaan terancam dari
Malaysia, tidak boleh dianggap sebagai angin lalu dan dibiarkan seperti
selama ini.
Menurut
saya, diperlukan upaya yang serius dan terus-menerus untuk memecahkan
masalah yang mengancam hubungan kedua negara. Pertama, mencari
akar masalah yang membuat sebagian bangsa Indonesia tidak suka terhadap
Malaysia. Akar masalahnya memang kompleks tetapi harus ada upaya untuk
memecahkannya melalui dialog seperti sengketa budaya harus ada dialog untuk
menemukan titik persamaan pandangan antara P-to-P, dan G-to-G supaya masalah
ini tidak menjadi bola liar yang merusak hubungan kedua bangsa. Begitu
juga masalah TKI, harus ada upaya untuk mencegah dan mengurangi perlakuan
kurang manusiawi terhadap TKI, misalnya dengan membentuk Lembaga
Monitoring TKI dan Majikan di Malaysia.
Kedua, lakukan
pendekatan dengan masyarakat kampus, NGO, budayawan, dan kelompok-kelompok
kritis terhadap Malaysia melalui berbagai program kegiatan. Maka, sebaiknya
pemerintah Malaysia menyediakan dana yang cukup untuk membiayai kegiatan
tersebut. Untuk menghilangkan kecurigaan, maka para alumni dari Malaysia dapat
memainkan peran yang konstruktif untuk meluruskan persepsi negatif
terhadap Malaysia. Selain itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di
Malaysia, dapat dilatih untuk menjadi duta untuk mengharmoniskan hubungan
P-to-P dan P-to-G Malaysia.
Ketiga, pemerintah
Malaysia, harus lebih aktif lagi membangun hubungan dengan media di Indonesia.
Lakukan kegiatan yang bisa mendekatkan hubungan harmonis dengan wartawan
seperti coffee morning sebulan sekali untuk membangun komunikasi dan
keakraban.
Keempat, pemerintah
Malaysia sebaiknya semakin meningkatkan lobby dengan para pimpinan partai
politik dan para anggota parlemen Indonesia khususnya Komisi l DPR RI.
Hubungan yang dibangun tidak hanya formal, tetapi akan lebih baik jika bersifat kekeluargaan.
Hubungan yang dibangun tidak hanya formal, tetapi akan lebih baik jika bersifat kekeluargaan.
Kelima, manfaatkan
para alumni dari Malaysia menjadi duta Indonesia-Malaysia untuk
mengurangi dan menghilangkan ketidak-sukaan terhadap Malaysia. Selain itu,
partisipasikan para alumni dari Malaysia dalam investasi Malaysia di
Indonesia. Begitu juga dalam membangun kerjasama dibidang ekonomi,
budaya, sosial dan lain sebagainya.
D. Hubungan Indonesia-Malaysia
Di Bidang Kebudayaan
Hubungan
Indonesia-Malaysia saring dipahami dan dilihat secara emosional. Beberapa
peristiwa seperti perlakuan terhadap para pekerja Indonesia di Malaysia,
kemudian klaim Malaysia terhadap produk budaya dan karya Indonesia, selalu
menimbulkan protes di Indonesia dan mengarah pada ketegangan hubungan di kedua
negara. Lebih dari itu, berhasilnya Malaysia memenangkan kedaulatan terhadap
pulau-pulau Sipadan dan Ligitan dan klaim Malaysia terhadap wilayah laut blok Ambalat
di Laut Sulawesi telah memacu protes serius di Indonesia.
Dari
berbagai protes itu, kesan umum yang berkernbang di Indonesia adalah bahwa
Malaysia adalah negara yang semakin arogan, menginjak wibawa Indonesia dan
tidak pantas balas budi. Di media bahkan disarankan bahwa untuk mendapatkan
kembali respek Malaysia terhadap Indonesia, seharusnya Indonesia tidak
segan-segan melakukan konfrontasi separti zaman Sukarno ataupun meningkatkan
kemampuan tempur. Tidak sedikit yang menyarankan bahwa sudah saatnya Malaysia
diberi pelajaran dari kesemena-menaan kebijakan mereka.
Hubungan
Indonesia-Malaysia sebenarnya semakin kompleks dan tidak dapat dipahami secara
emosional. Hal ini terlihat dari sikap kebanyakan masyarakat Indonesia terhadap
Malaysia lebih banyak diinformasikan dan dipengaruhi oleh pemahaman lama yang
statis tentang Malaysia sebagai bagian dari negara Serumpun yang memiliki
banyak persamaan nasib dan nilai-nilai dengan Indonesia. Pemahaman demikian
mengabaikan perubahan identitas yang telah terjadi di Malaysia termasuk juga
cara mareka memahami dan melihat Indonesia. Walaupun konsep serumpun itu
sendiri masih sering digunakan oleh para elit pemerintah Malaysia, tetapi makna
dan fungsinya berbeda dengan yang dipahami secara umum di Indonesia.
Sumber konflik
Malaysia-Indonesia berkaitan dengan perebutan sumber-sumber ekonomi seperti di
Sipadan-Ligitan, Ambalat, masalah lintas batas, perdagangan galap,illegal
logging, migrant workers dan human trafficking.
Demikian juga dilaporkan sering terjadi pelanggaran perbatasan oleh Malaysia
baik perbatasan udera, laut dan darat yang kemudian akan menimbulkan protes
dari pihak Indonesia.
Namun sejauh
ini penyelesaian berbagai masalah ini sering terhambat pada soal teknis
pelaksanaan yang sulit dan kurangnya kemauan politik di kedua negara untuk
sungguh-sungguh belum menyelesaikan sengketa. Penyelesaian yang dilakukan dalam
keadaan demikian seringkali bersifat reaktif dan sporadil, tanpa menyelesaikan
akan permasalahan sebenarnya. Ketika pernimpin Malaysia ini minta maaf
sebagaimana dituntut oleh Indonesia atas beberapa masalah yang terjadi,
hubungan kedua negara seperti normal kembali. Namun suatu saat beberapa masalah
dengan sumber yang sama seperti penganiayaan terhadap TKI akan muncul kembali
dan menimbulkan emosi dan reaksi yang berlebihan.
Para pekerja
atau bahkan turis Indonesia yang diperlakukan buruk di negeri jiran ini akan
segera, membuat marah masyarakat dan pemerintah Indonesia. Pelanggaran
perbatasan oleh Malaysia misalnya akan menimbulkan reaksi yang sama di berbagai
kota di Indonesia. Sebagai akibat peristiwa ini, Indonesia akan meminta
pemerintah Malaysia meminta maaf. Penjelasan demikian tentu saja panting namun
tetap menyisakan masalah mendasar yang menjadi akar perbedaan dalam hubungan
bilateral kedua negara. Keadaan demikian memerlukan suatu pemahaman lebih baik
daripada sekedar melihat persoalan dari hubungan sebab akibat yang terjadi di
permukaan.
Kedua negara
dipahami dalam tataran perbedaan pemahaman tentang identitas satu dengan yang
lain yang menjadi sumber bagi naik turunnya hubungan kedua negara. Lebih
konkritnya kedua negara telah mengalami konstruksi identitas yang berbeda satu
dengan yang lainnya yang berlangsung terus menerus hingga sekarang. Pemahaman
tentang shared atau collective Identity antara, kedua negara
sudah semakin senjang bersamaan dengan berjalannya waktu, dan dalam hal ini
pemahaman Malaysia berbeda dengan periode sebelum ini, dimana konsep serumpun
misalnya dipahami sebagai salah salah satu bagian ‘collective identity’ kedua
negara.
Ada empat
variable ‘ideational’ penting yang berkaitan dengan sumber
identitas kolektif ini, yakni interdependence, common fate,
homogeneity, dan self-restraint,Keempat faktor ini tidak berdiri sendiri
dalam membentuk identitas, melainkan secara bersama-sama. Kekuatan dari
identitas kolektif demikian bergantung para intensitas dari gabungan
faktor-faktor ini. Berkaitan dengan identitas kolektif ini, perlu dibicarakan
juga pengetahuan bersama (common knowledge) dan pengetahuan kolektif
yang ini sumber inspirasi bagi identitas Malaysia. Salah satu common
knowledge yang berkembang adalah cita-cita tentang ‘Malaysia
Boleh’, ‘New Asia’ dan konsep-konsep lain yang menjadi wacanan untuk
mendorang kesiapan Malaysia untuk bersaing di dunia global. Malaysia seperti
banyak negara lain di era globalisasi tidak bisa terlepas dari struktur peranan
untuk mempersiapkan diri bersaing sebagai agen globalisasi. Pemahaman tentang
aspek identitas terakhir ini yang perlu dikaji untuk melihat bagaimana Malaysia
meletakkan hubungannya dengan Indonesia dari aspek kebudayaan.
E.
HUBUNGAN REGIONAL INDONESIA DAN SINGAPURA
Hubungan regional antara Indonesia dan Singapura
selama ini berjalan dengan baik. Kedua negara berusaha meningkatkan saling
pengertian, mempererat hubungan dan mengembangkan kerjasama di berbagai bidang.
Hal tersebut ditindaklanjuti dengan kunjungan
kehormatan Duta Besar Republik Singapura Mr. Edward Lee kepada Menteri
Pertahanan RI H. Matori Abdul Djalil, Jum’at(25/1) di Departemen Pertahanan Jl.
Merdeka Barat 13-14 Jakarta.
Pada pertemuan kedua pejabat yang berlangsung
selama tiga puluh menit dan sangat akrab tersebut, dibahas berbagai hal dalam
meningkatkan hubungan dan kerjasama antara Indonesia dan Singapura . Selain
membicarakan situasi aktual saat ini, juga disinggung masaalah kasus Aceh,
Sampit, Poso dan Papua yang sampai saat ini perlu mendapat perhatian bersama.
Kepada Menhan RI H. Matori Abdul Djalil, Dubes
Singapura berharap agar Pemerintah Indonesia segera dapat menyelesaikan
persoalan dalam negeri dengan baik, sehingga tidak lama lagi situasi politik di
Indonesia segera pulih kembali serta mendukung sepenuhnya keutuhan Wilayah
Negara Kesatuan RI.
Dubes Singapura Mr. Edward Lee, minta agar
kerjasama dibidang Hankam yang pernah dilaksanakan seperti, latihan bersama
angkatan bersenjata kedua negara, saling kunjung antar pejabat militer serta
berbagai kerjasama yang telah disepakati dapat diteruskan.
Menhan RI H. Matori Abdul Djalil yang didampingi
Karo Humas Setjen Dephan Marsma TNI Kamto Soetirto, SE, S.IP dan Karo TU/Ses
Menhan Brigjen TNI Prasetyo, MSc mengucapkan terima kasih atas kunjungannya
semoga kerjasama yang sudah terjalin dengan baik selama ini dapat ditingkatkan
dimasa mendatang.
Kerjasama di bidang Hankam antara Indonesia dan
Singapura dirintis sejak berakhirnya komprontasi, dan mulai berjalan tahun 1974
dalam suatu latihan bersama Angkatan Laut kedua negara. Perkembangan kerjasama
tersebut, ditandai dengan diselenggaranya Sidang tahunan JTC (Joint Training
Committee) antara TNI dan RSAF (Royal Singapura Air Force). Latma tahunan
“SAFKAR INDOPURA” dan JATWG (Joint Army Training Working Group) antara AD kedua
negara. Latma tahunan “EAGLE” dan JNTWG (Joint Navy Training Working Group)
antara AL kedua negara. Latma tahunan “ ELANG INDOPURA” kemudian diganti “CAMAR
INDOPURA” dan JAFTWG (Joint Air Force Training Working Group) antara AU kedua
negara.
BAB
III
HUBUNGAN
MULTILATERAL
A.
Hubungan
Multilateral Pemerintah Indonesia dengan Negara-negara di ASEAN
Sebagai
negara yang berada dalam kawasan Asia tenggara Indonesia sepatutnya memiliki
hubungan baik dengan negara-negara yang berada dalam satu kawasan. Kawasan Asia
Tenggara merupakan kawasan strategis bagi Indonesia dalam menjalin kerjasama
antar negara. Setelah memprakarsai terentuknya ASEAN, Indonesia juga lebih
aktif dalam forum-forum pertemuan ASEAN. Indonesia juga menjadi negara yang
aktif dalam memprakarsai kerjasama-kerjasama anatara negara-negara di Asia
Tenggara baik secara bilateral maupun multilateral. Dalam konteks hubungan
bilateral Indonesia melakukan kerjasama dengan negara-negara dikawasan Asia
Tenggara dalam bidang perekonomian, politik dan lainnya.
Bukan hanya
dengan Singapura, dengan Malaysia dan juga negara-negara lainnya di Asia
Tenggara Indonesia memiliki hubungan bilateral. Dengan pemerintah Singapura
Indonesia memiliki hubungan dalam bidang perekonomian, khususnya bidang
investasi. Terdapat enam sektor yang menjadi fokus utama pemerintah Indonesia
dan Singapura dalam bidang perekonomian. Enak sektor tersebut yaitu: Kerjasama
pelayaran khusus pariwisata, pengaturan jakur penerbangan, ketenaga kerjaan,
agribisnis, dan investasi. Lalau dengan Malaysia Indonesia memiliki hubungan
kerjasama, seperti pengiriman tenaga kerja, walaupun sering bersengketa dengan
pemerintah Malaysia tidak dapat dipungkiri pemerintah Indonesia masih membuka
hubungan baik dalam konteks bilateral.
Dalam konteks hubungan multilateral
Indonesia dalam forum ASEAN membuka dan memfasilatasi hubungan kersama. Seperti
membuat kesepakatan kerjasama ASEAN Free Trade Area.
ASEAN Free
Trade Area (AFTA) merupakan perjanjian antara negara-negara yang berada di
kawasan Asia Tenggar, yang tergabung dalam ASEAN (Associate of South East
Asia Nation). AFTA merupakan suatu kesepakatan dalam bidang ekonomi
mengenai sektor produksi lokal di negara-negara ASEAN. Perjanjian ini
ditandatangani pada 28 Januari 1992 di Singapur. Pada saat itu ASEAN terdiri
dari enam negara anggota yaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapur
dan Thailand. Sekarang ASEAN terdiri dari sepuluh negara dan seluruh negara di
ASEAN telah menandatangani perjanjian AFTA. Tujuan diadakannya perjanjian ini
adalah:
Ă˜
Untuk meningkatkan daya saing
produksi negara-negara ASEAN dalam pasar dunia dengan menghilangkan tarriff dan
non-tarriff bariers.
Ă˜
Menarik investasi asing
langsung ke negara-negara ASEAN.
Negara
anggota ASEAN sepakat untuk menandatangani AFTA untuk bekerjasama dalam bidang
ekonomi. Pandangan negara-negara anggota ASEAN untuk kemajuan perekonomian di
wilayah Asia Tenggara jelas patut dipertanyakan keseriusannya. Jika kerjasama
ini dilakukan namun tidak ada langkah serius dari masing-masing anggota yang
hanya melihat dampak-dampak negatif dari AFTA mungkin AFTA tidak akan berjalan
hingga saat ini yang kurang lebih sudah 6 tahun efektif
AFTA mulai
sepenuhnya berlaku pada tanggal 1 Januari 2004[1],
setelah melalui proses sosialisasi pemotongan bea masuk barang dan ditahun 2008
bea tarif tersebut dihilangkan. Hal ini berbeda dengan Uni Eropa, dalam AFTA tidak
diterapkan tarif eksternal umum pada barang-barang impor. Artinya anggota ASEAN
bebas mengenakan tarif pada barang yang masuk dari luar ASEAN didasarkan pada
ketetapan yang telah dibuat oleh masing-masing negara ASEAN.
Administrasi AFTA di atur oleh peraturan
nasional dan perdagangan di masing-masing negara anggota ASEAN. Sekertariat
ASEAN hanya memiliki kewenangan untuk memantau dan memastikan kepatuhan
negara-negara anggota ASEAN dalam menjalankan AFTA. Hal ini berarti Sekertariat
ASEAN tidak memiliki wewenang hukum untuk menindak negara-negara yang tidak
konsisten pada AFTA. Terlebih lagi didalam isi piaagam ASEAN, Sekertariat ASEAN
hanya bertugas untuk memastikan aplikasi yang konsisten dalam setiap perjanjian
yang telah disepakati. Apabila terjadi perbedaan pendapat yang terjadi dalam
pengaplikasian AFTA maka Sekertariat ASEAN memiliki otoritas untuk memmbantu
dalam penyelesaiannya, namun sekali lagi ditekankan bahwa Sekertariat ASEAN
tidak memiliki kewenangan dalam hukum untuk menyelesaiakan suatu masalah yang
terjadi.ASEAN kini semakin meningkatkan koordinasi dengan negara anggotanya.
Konsep terbaru dari pengembangan AFTA adalah ASEAN Single Window. Konsep ASEAN
Single Window ini yang akan membantu negara-negara yang ingin berinvestasi atau
bekerjasama dengan negara-negara anggota ASEAN dengan memberikan informasi data
yang terkait dengan transaksi ataupun produksi di negara-negara ASEAN
B. KERJASAMA
MULTILATERAL ANTARA INDIA, SINGAPURA, INDONESIA, DAN CHINA
India
merupakan negara raksasa yang berada di asia selatan. Ia memang merupakan
negara inti karena beberapa negara seperti Pakistan, bangladesh, nepal dan
masih banyak yang lainnya merupakan pecahan dari negara besar ini. Kalau ingin
melihat hubungan luar negerinya asia selatan otomatis kita harus lebih banyak
berbicara banyak mengenai india pada khususnya. Negara ini telah memperlihatkan
keampuhan potensi dalam negerinya dengan pertumbuhan ekonominya yang stabil
selama beberapa tahun terakhir mengekori Cchina. Terakhir di surat kabar
dirilis bahwa pertumbuhan ekonominya terkhir sebesar 8 persen.
Perjalanan
sejarah atau landasan historis telah membentuk negara ini banyak bersaing
dengan pecahannya yakni Pakistan dalam politik internasionalnya. Sejak Pakistan
melepaskan diri dan menyatakan dirinya independent persaingan sampai perang
muncul misalnya permasalahn kashmir yang kian larut berkepanjangan. Setelah
itu, India semakin berkembang khususnya dalam bidang ekonomi. Sementara Pkistan
bergolak dengan konflik internal akibat kehausan kekuasaannya sang penguasa
ditambah bobroknya moral pejabatnya. Ia juga melakukan kerjasama dengan
berbagai negara, tak terkecuali dengan Singapura.
Sedikit
melirik ke negara tetangganya indonesia ini. Kemajuan pembangunan di Singapura
tidak terlepas dari sembilan faktor utama yakni (1). Berada di lokasi
strategis, (2). Faktor historis sebagai ”colonial particelir entreport”
Inggris, (3). Pemerintahan yang bersih dengan kinerja, disiplin dan
profesionalitas tinggi, (4). Stabilitas politik, (5). Sistem pemerintahan
berbasis prestasi dan karir (meritocracy), (6). Kepemimpinan yang pro-bisnis
bagi kesejaheraan rakyat (economic growth with social distribution), (7).
Kapasitas rata-rata SDM yang prima, (8). Politik luar negeri yang bersahabat
dan pro-aktif, (9).Determinasi kebijakan ekonomi yang tepat melalui
internasionalisasi investasi (offshore/oversea investment).
Kebijakan
politik ekonomi Singapura yang menekankan pada ekspansi investasi ke luar
negeri, merupakan suatu pilihan yang tepat. Hal ini sejalan dengan terbatasnya
luas daratan Singapura (683 Km2). Padahal intensifikasi dan ekstensifikasi
ekonomi membutuhkan penyediaan lahan. Kebijakan selektif industri yang ”land
saving” tidaklah cukup. Menanamkan modal dalam negeri di luar negeri merupakan
pilihan yang stratejik, apalagi dilaksanakan di wilayah berdekatan/perbatasan.
Disamping saling menguntungkan (mutual benefits) dari kerjasama ekonomi,
tentunya intensitas hubungan akan terbangun ditataran politik-pemerintahan dan
diplomasi. Kerjasama ini juga akan memperkuat JI (Joint Implementation)
berbagai kerjasama multilateral (ASEAN), trilateral (IMS-GT), dan bilateral
(Framework Agreement BBK).
Kebijakan
ekonomi luar negeri yang pro-aktif membangun jaringan bisnis dalam kawasan
(regional business networking) sangat penting. Kerjasama bilateral dalam
mengembangkan kawasan ekonomi akan saling membuka akses meskipun tampa
ikutcampur terlalu dalam disisi kebijakan ekonomi nasional masing-masing.
Internasionalisasi pembangunan ekonomi melalui kerjasama ini semakin memperkuat
jalinan kerjasama ekonomi dan hubungan pelaku ekonomi antara Singapura dengan
negara Indo-China-India (I-C-I) tersebut. Bahkan phenomena komitmen kerjasama
trans-nasional melahirkan suatu pemikiran “Singapore beyond Singapore”.
Tentunya hal ini harus dilihat dari perspektif positif, karena ”economic
lebensraum” ini lebih dilihat dari sisi geografi investasi bukan yurisdiksi
teritorial.
Untuk
kasus China, konsep SEZ (Special Economic Zone) yang diperkenalkan di China di
tahun 1984 merupakan elaborasi dari terminologi SEA (Special Economic Area).
SEA oleh WTO (World Trade Organization) didefinisikan sebagai suatu kawasan
yang didalamnya diberlakukan kebijakan khusus dibidang ekonomi. Bahkan dalam
kawasan tersebut dikenal berapa istilah seperti SEZs yang di China terdapat di
Shenzhen, Zuhai, Shantaou (Propinsi Guangdong), Amoy dan Xiamen (Provinsi
Fujian) dan Provinsi Hainan. Kemudian adanya Kawasan Berikat (Bonded Zone),
Kawasan Kerjasama Ekonomi Kawasan (Boundary Economic Cooperation Zone), Kawasan
Pembangunan Teknik dan Ekonomi Nasional (National Economic and Technical
Development Zone), Kawasan Pengolahan untuk Ekspor (Economic Processing Zone),
dan Kawasan Pengembangan Industri Berteknologi Tinggi (High-Technology
Industrial Development Zones. Proyek kerjasama pengembangan kawasan industri
SEZ (Sino-Singa) di China terdapat di Suzhou. “Bilateral Agreement” ini
merupakan salah satu akses negosiasi transaksi bisnis (entry point). Sampai
dengan Juni 2004 total investasi Singapura di China mencapai US.47 miliar dan
lebih dari 12,400 proyek FDI (Foreign Direct Investment). Sedangkan total
transaksi dagang (bilateral trade) di tahun 2004 saja diluar Hong Kong hampir
mencapai US.$.27 miliar dan menempati urutan ke-enam mitra dagang China.
Dalam
hal kerjasama India-Singapura, EDB (Economic Development Board) Singapura
bersama konsorsium JTC (Jurong Town Cooperation) telah menanamkan modalnya
dengan mengembangkan “International Technology Park di Bangalore (India).
Kawasan “High-tech Park” ini berkembang pesat sebagai “icon” pengembangan
industri ICT (information and Communication Technology) di India dan sebagai
pusat utama industri “micro-chip dan outsourcing software”. Selanjutnya Temasek
Holdings (Singapore) yang bermarkas di Mumbai menanamkan modalnya cukup besar
di India. dalam Pola yang sama kemudian diadopsi India dengan mengembangkan di
kawasan Hyderabad. Investasi Singapura di India juga berkaitan dengan semakin
meningkatnya transaksi ekonomi dan investasi India-Singapura. Suatu panel yang
dinamakan “the India Advisory Panel” dibentuk oleh Pemerintah Singapura tahun
2005. Kerjasama ini diperkuat dengan ditandatanganinya “CECA” (Comprehensive
Economic Cooperation Agreement)-India-Singapura di tahun yang sama. Semangat
kerjasama ini semakin menguat mengingat India dan Singapura sama-sama Negara
Persemakmuran (Commonwealth Nations) dan menggunakan sistem legalnya bersifat
Anglo-Saxon (British System).
Hal
yang menarik adalah dalam menempatkan Singapura sebagai sentra hubungan
kerjasama (pivotal position) dalam perspektif geografis, analisis demografis
sekaligus determinasi geo-ekonomi. Singapura berada di tengah-tengah tiga
negara besar (China, India, Indonesia) yang jumlah penduduk ketiga negara
mendekati dua miliar dan berfungsi sebagai produsen potensial dan sekaligus
sebagai pasar potensial (captive market) bagi investasi dan produk yang
dihasilkan Singapura atau perusahaan yang dimiliki Singapura. Apalagi struktur
sosial dan identitas “Uniquely Singapore” berkarakteristik multikultural dan
multireligi, suatu pengakuan negara kota (city state) yang perlu dijadikan
pelajaran dalam membangun kesejahteraan ekonomi, kesetaraan dan harmonisasi
sosial dalam arti yang lebih luas.
C. Kerjasama Multilateral
Indonesia dengan negara-negara WTO
Negara-negara yang termasuk WTO adalah Afrika
Selatan, Republik Afrika Tengah, Albania, Amerika Serikat, Angola, Antigua dan Barbuda, Arab
Saudi, Argentina, Armenia, Australia, Bahrain, Bangladesh, Barbados, Belize, Benin, Bolivia, Botswana, Brasil, Brunei, Burkina Faso, Burma, Burundi, Tanjung Verde, Chad, Chili, Republik Rakyat Cina, Djibouti, Dominika, Republik Dominika, Ekuador, El Salvador, Fiji, Filipina, Gabon, Gambia, Georgia, Ghana, Grenada, Guatemala, Guinea, Guinea-Bissau, Guyana, Haiti, Honduras, Hongkong, India, Indonesia, Islandia, Israel, Jamaika, Jepang, Kamboja, Kamerun, Kanada, Kenya, Kolombia, Republik Demokratik Kongo, Republik Kongo, Korea Selatan, Kosta
Rika, Kroasia, Kuba, Kirgizstan, Kuwait, Lesotho, Liechtenstein, Madagaskar, Makau, Republik Makedonia, Maladewa, Malawi, Malaysia, Mali, Maroko, Mauritania, Mauritius, Meksiko, Mesir, Moldova, Mongolia, Mozambik, Namibia, Nepal, Nikaragua, Niger, Nigeria, Norwegia, Oman, Pakistan, Panama, Pantai Gading, Papua
Nugini, Paraguay, Peru, Qatar, Rusia, Rwanda, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadines, Selandia Baru, Senegal, Sierra
Leone, Singapura, Kepulauan Solomon, Sri
Lanka, Suriname, Swaziland, Swiss, Wilayah Bea Cukai Terpisah Taiwan,
Penghu, Kinmen dan Matsu, Tanzania, Thailand ,Togo, Tonga, Trinidad dan Tobago, Tunisia, Turki, Uganda, Ukraina, Uni Emirat Arab, Uni
Eropa, Uruguay, Venezuela, Vietnam, Yordania, Zambia, dan Zimbabwe.
Tujuan pokok UNWTO adalah untuk meningkatkan dan membangun pariwisata
sebagai kontributor bagi pembangunan ekonomi, saling pengertian internasional,
perdamaian, kemakmuran universal, HAM dan kebebasan dasar untuk semua tanpa
memandang perbedaan ras, jenis kelamin, bahasa dan agama. UNWTO telah membantu
para anggotanya dalam industri pariwisata dunia, yang diyakini merupakan faktor
penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja,
menyediakan insentif untuk melindungi lingkungan dan warisan sejarah, serta
mempromosikan perdamaian dan saling pengertian antar-negara. Untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut, UNWTO melaksanakan berbagai program yang bertujuan
untuk mengurangi kemiskinan, memperjuangkan kesetaraan gender, dan mendukung
pembangunan yang berkelanjutan.
Saat ini, UNWTO sedang mempromosikan ekoturisme sebagai salah satu
obyek penarik wisatawan, sekaligus sebagai program untuk melestarikan alam.
Rangkaian kegiatan yang dilakukan termasuk seminar, lokakarya, dan publikasi.
Mengingat Indonesia memiliki banyak obyek wisata alam, ekoturisme dapat menjadi
salah satu bidang kerja sama dengan UNWTO. UNWTO juga memfokuskan diri pada
pemanfaatan situs-situs budaya untuk mendukung pariwisata. Untuk itu UNWTO
melakukan serangkaian kegiatan seperti penelitian di situs-situs budaya,
seminar dan publikasi untuk mempromosikan situs budaya, serta penelitian
lapangan untuk membantu pemerintah setempat memanfaatkan situs budayanya.
Mengingat pariwisata merupakan salah satu andalan Indonesia sebagai
penghasil devisa, kerja sama di forum internasional dan regional seperti UNWTO
dan Pacific Asia Travel Assiociation (PATA) sangatlah penting,
terutama untuk menjalin kerja sama pelatihan, penanaman modal, dan
tukar-menukar pengalaman. UNWTO memiliki Business Council yang
beranggotakan badan-badan pariwisata non-pemerintah.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai focal
point UNWTO di Indonesia, berperan aktif dalam berbagai program yang
diselenggarakan UNWTO antara lain dengan duduk sebagai anggota World
Committee on Tourism Ethics (WCTE) pada periode 2003-2007 dan
2007-2013. WCTE sendiri merupakan badan independen yang terdiri dari
tokoh-tokoh yang diakui kompetensinya dalam bidang pariwisata, yang bertugas
untuk memberikan masukan-masukan kepada anggota UNWTO terkait dengan
perlindungan pariwisata sesuai dengan kode etik kepariwisataan. Selaku anggota
komite, Indonesia telah berkontribusi dan mendukung pelaksanaan
kode etik dimaksud. Di samping itu, pada Sidang Umum UNWTO yang
ke-19 di Gyeongju, Republik Korea, tanggal 8-14 Oktober 2011, Indonesia
terpilih sebagai anggota Executive Council UNWTO untuk periode
2011-2013.
Salah satu contoh kerja sama antara Indonesia dengan UNWTO dalam bidang
pariwisata yang mendukung pembangunan berkelanjutan adalah proyek “Sustainable
Tourism through Energy Efficiency with Adaptation and Mitigation Measures in
Pangandaran” yang dimaksudkan untuk menjadi model langkah-langkah adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim di daerah-daerah tujuan wisata di Indonesia khususnya,
dan Asia Tenggara pada umumnya.
Sebagai
negara berkembang, Indonesia banyak melakukankerjasama
internasional dalam berbagai bidang dengan
banyak negara di dunia. Kerjasama internasional sebagai suatu bentuk hubungan
diplomatis antara Indonesia dan negara-negara lain di berbagai bidang penting
untuk menyokong kepentingan rakyat. Selain itu, kerjasama yang bersifat
mutualisme ini dapat mempererat hubungan kedua negara.
Sesungguhnya,
Indonesia sudah memulai kerjasama internasionalnya dengan negara-negara lain
sesaat setelah proklamasi kemerdekaan. Kerjasama internasional ini terutama
dilakukan dengan negara-negara sahabat. Hingga saat ini, Indonesia telah
membangun berbagai bentuk kerjasama
internasional dengan 162 negara di lima benua; termasuk
negara-negara maju.
Salah satu
bidang kerjasama internasional antara Indonesia dan negara-negara maju adalah
bidang pendidikan. Pendidikan di Indonesia masih perlu banyak belajar dari
sistem pendidikan di negara-negara maju. Kerjasama internasional di bidang
pendidikan biasanya berupa pertukaran pelajar, beasiswa, pertukaran guru,
hingga bantuan dana atau hibah. Berikut ini adalah kerjasama internasional
Indonesia berbagai negara maju di bidang pendidikan.
Sejak tahun
1952, kerjasama internasional antara Indonesia dan Amerika Serikat di bidang
pendidikan telah dimulai. Bentuk dari kerjasama internasional ini adalah
masuknya program beasiswa Fulbright yang memberi beasiswa pada insan-insan
pendidikan Indonesia untuk mengecap pendidikan yang lebih tinggi di
universitas-universitas di Amerika Serikat.
Selain itu,
program beasiswa Fulbright yang dilaksanakan oleh lembaga AMINEF (American
Indonesian Exchange Foundation) ini juga memiliki program khusus bagi tenaga
pendidik dan calon tenaga pendidik Indonesia. Fulbright dan AMINEF bahkan
memiliki program kerjasama internasional khusus untuk orang-orang Papua terkait
dengan berdirinya Freeport di provinsi timur Indonesia tersebut.
Selain
program beasiswa Fulbright, kerjasama internasional dengan Amerika Serikat juga
terbentuk melalui penandatanganan kesepakatan MOU USINDO di bidang sosial,
kebudayaan, dan pendidikan pada 15 Mei 2006 lalu. Sejalan dengan MOU tersebut,
USINDO kemudian memberi kesempatan bagi diplomat-diplomat Indonesia di Amerika
Serikat untuk mengecap pendidikan di negara adidaya tersebut.
Tidak hanya
itu, USINDO juga secara sukarela menyediakan tenaga pendidik untuk
mengembangkan program pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia.
Menindaklanjuti
kerjasama internasional tersebut, lahirlah MOU Peace Corps yang ditandatangani
Indonesia dan Amerika Serikat pada 11 Desember 2009. Atas nama MOU tersebut,
Amerika Serikat mengirimkan tenaga pengajar sukarela ke Jawa Timur untuk
mengajarkan dan melakukan pelatihan pengajaran Bahasa Inggris bagi guru-guru
mata pelajaran tersebut.
Ternyata,
kerjasama internasional kedua negara melalui MOU Peace Corps tersebut berjalan
lancar dan mendapat sambutan baik dari para praktisi pendidikan Indonesia
(khususnya di Jawa Timur). Kemudian Amerika Serikat menambah “armada”
pendidiknya pada tahun 2011.
Hingga tahun
2012 ini, jumlah tenaga pendidik sukarela dari Amerika Serikat semakin
bertambah; dan sasarannya pun meluas, tidak hanya fokus pada
institusi-institusi pendidikan di Provinsi Jawa Timur, tetapi mulai menyebar ke
provinsi-provinsi lain.
E. Hasil
Kunjungan Komisi I DPR ke Ukraina
Ketua Komisi
I DPR Mahfudz Siddik. (sumber: Antara)
Jakarta
- Parlemen Indonesia dan Parlemen Ukraina sepakat
meningkatkan hubungan diplomasi kedua negara melalui jalur diplomasi parlemen.
Hal itu disepakati saat rombongan Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR
melaksanakan kunjungan kerja (kunker) ke Ukraina, beberapa waktu lalu.
Dalam
penjelasan Komisi I atas hasil kunker itu, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddik
menyatakan, saat berkunjung ke Ukraina pihaknya bertemu dengan Menteri Luar
Negeri dan Perwakilan Parlemen Ukraina.
"Kami
sepakat meningkatkan diplomasi jalur parlemen dengan membentuk grup kerjasama
antara kedua parlemen," kata Mahfudz di Jakarta, Jumat (19/4).
Pada
pertemuan itu, dibicarakan juga dukungan kedua belah pihak terkait rencana
kunjungan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych ke Indonesia pada sekitar
Oktober-November tahun ini.
"Kami
akan mendorong realisasi pertemuan konsultasi teknis antarkedua negara yang
sudah lama tertunda. Di ajang itu akan dibicarakan beberapa hal yang tertunda,
seperti perpanjangan MoU kerjasama bidang
pertahanan, meneruskan upaya saling mendukung di forum multilateral,"
jelas Mahfudz.
Dalam kunker
itu, Komisi I DPR juga melaksanakan pertemuan dengan komisi pertahanan Ukraina
dan menyepakati untuk saling mendorong kerjasama kedua negara di bidang
industri pertahanan. Untuk itu, keduanya juga akan mendorong pembahasan draf
MoU kerjasama pertahanan kedua negara yang masih tertunda.
"MoU
ini nanti sebagai alas hukum kerjasama selanjutnya," imbuhnya.
Komisi I
juga melaksanakan pertemuan dengan Ukroboronprom, perusahaan holding industri
pertahanan Ukraina, dan sepakat untuk mengkaji model-model kerjasama industri
pertahanan kedua negara.
Selain dengan
pihak Ukraina, selama kunker, rombongan Komisi I DPR juga melaksanakan rapat
dengan pihak KBRI di Ukraina, membahas perkembangan hubungan bilateral
Indonesia dengan Ukraina, Georgia, dan Armenia.
"Secara
khusus kita sempat membahas persoalan konflik Armenia dengan Azerbaijan dalam
isu Khojali," kata Mahfudz.